munzir Reagama tauhid – 2007/02/28 1615Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, limpahan Keluhuran semoga selalu tercurah padsa anda dan keluarga, saudaraku yg kumuliakan, memang wajib bagi kita memberi peringatan dan membimbing apalagi keluarga kita sendiri, namun tak ada perintah untuk memaksa dengan kekerasan, saudaraku yg kumuliakan, kita telah diberi cara oleh Nabi saw dengan hadits beliau saw "Berilah kabar gembira dan janganlah membuat orang orang menghindar dan lari, permudahlah dan jangan dipersulit". shahih Bukhari maksud hadits ini adalah bahwa agar kita selalu berusaha menyenangkan mereka saat membimbing dan memerintah, misalnya kita ingin memerintah anak dan istri kita shalat, maka kita warnai perintah itu dengan kabar gembira, misalnya "hayoo.. siapa yg ingin dicintai oleh ayah maka ia shalat berjamaah…" atau himbauan himbauan indah lainnya, atau memuji mereka bila mereka menjalankan sunnah dg pujian kagum, seperti bersinarnya wajah, bertambah cantik, memberi hadiah, dan hal hal yg memberikan asumsi pada mereka bahwa karena mereka mengamalkan sunnah mereka lebih cantik, lebih dimuliakan, lebih banyak dilimpahi rahmat dan kebahagiaan, dan sesekali ajak pula mereka kunjung ke majelis majelis, agar cahaya ilahi menyinari sanubari mereka hingga lebih mudah untuk meninggalkan kemungkaran dan mendekat pada semua keluhuran, nah saudaraku, kalimat kuncinya adalah "tahdzir bilaa tanfiir" peringatan namun jangan membuat mereka menghindar dan menjauh. sebagaimana pula kita berdakwah pada orang orang yg masih dalam gelapnya dosa dalam masayarakat kita, jangan perintahkan seseorang shalat bila perintah shalat pada mereka akan membuat mereka murtad dan meninggalkan islam, karena dengan itu maka kita tidak memperbaiki mereka malah merusak keadaan, sebagaimana dokter dalam pengobatan mestilah berhati hati memberikan obat, agar tak terlalu keras karena obat keras akan menimbulkan efek lain yg timbul. saudaraku bersabarlah dalam membimbing keluarga, keberhasilan anda bukanlah membuat mereka mengamalkan sunnah, tapi membuat mereka mencintai sunnah, karena bila mereka mengamalkan sunnah maka barangkali itu hanya didepan anda saja, saat anda tak ada mereka meninggalkannya, namun bila anda membuat mereka mencintai sunnah maka mereka akan asyik dg sunnah dan itulah sebaik baik warisan untuk mereka, demikian saudaraku yg kumuliakan, wallahu a'lam
Jakarta Apa itu tauhid perlu dipahami oleh setiap Muslim. Pasalnya, hal ini berkaitan dengan sifat keesaan Allah SWT, yaitu mengimani bahwa Allah SWT itu satu dan merupakan Dzat yang memiliki segala kesempurnaan, tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya. Tauhid merupakan akidah bawaan manusia, di mana Allah SWT telah menciptakan manusia memiliki fitrah beriman kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT, dan tiada Tuhan selain Allah SWT. Apa itu tauhid dipelajari sebagai ilmu akidah. Hal ini bertujuan untuk membuka wawasan umat Muslim tentang cara meningkatkan keimanan dalam beragama. Berikut rangkum dari berbagai sumber, Rabu 10/11/2021 tentang apa itu Tauhid menurut cendikiawan muslim ini adalah mengakui keesaann-Nya dengan mempelajari sifat-sifat Allah yang wajib, mustahil, dan yang bolehIlustrasi salat, Muslim, Islam. Foto oleh Monstera dari PexelsApa itu tauhid sudah sepatutnya kita sebagai umat Islam pahami. Secara bahasa, tauhid berarti menyatukan, menjadikan satu, atau menyifati dengan kesatuan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, apa itu tauhid dimaknai sebagai mengimani bahwa Allah SWT itu satu dan merupakan Dzat yang memiliki segala kesempurnaan, tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, apa itu tauhid adalah keesaan Allah SWT. Apa itu tauhid juga dapahami sebagai sikap meyakini bahwa Allah SWT Maha Suci, yang tidak memiliki kekurangan sedikit pun, seperti yang dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya. Apa itu tauhid juga berarti meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah SWT yang diturunkan dan disebarkan oleh para Rasul-Nya. Di samping itu, orang yang mampu menerapkan apa itu tauhid dengan baik dalam kehidupan, maka akan menjadi individu yang ikhlas dalam menerima setiap ketentuan Allah SWT. Dalam ajaran Islam, apa itu tauhid berkaitan dengan sifat keesaan Allah SWT, bahwa Allah itu satu. Setiap Muslim mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah, Sang Pencipta semesta alam dan segala isinya yang memiliki semua sifat kesempurnaan. Selain meyakini sifat keesaan dan kesempurnaan Allah, orang yang mempelajari dan menerapkan apa itu tauhid juga meyakini kebenaran setiap ajaran Rasul. Bahwa Rasul merupakan manusia utusan Allah SWT yang diberikan pengetahuan dan pelajaran agar dapat disebarluaskan kepada seluruh umat. Dengan begitu, meyakini kebenaran pengetahuan yang diajarkan Rasul, berarti sudah meyakini keberadaan Allah SWT dan ajaran yang berasal dari-Nya. Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmu ushul dasar agama atau ilmu akidah. Artinya, ilmu ini menjadi bekal pedoman bagi seluruh umat Islam dalam melakukan kewajibannya sebagai umat TauhidIlustrasi Muslimah Credit ibnu Taimiyah, apa itu tauhid dijabarkan menjadi 3 bagian, yaitu Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa sifat. Berikut penjelasannya Rububiyah Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an yang berbunyi “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” Az-Zumar 3962. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Namun pengakuan seseorang terhadap Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam, karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab Kepunyaan Allah.’ Katakanlah Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab Kepunyaan Allah.’ Katakanlah Maka dari jalan manakah kamu ditipu?'” Al-Mu’minun 86-89 Uluhiyah Uluhiyah dapat diartikan sebagai mentauhidkan atau mengesakan Allah dari segala bentuk peribadahan baik yang dzohir terlihat maupun batin. Itu artinya kamu beriman bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.” 'Al 'Imran 318 Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyah-Nya. Hal ini berarti mengesakan Allah SWT dalam segala macam ibadah yang kamu lakukan, seperti salat, doa, nazar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut ,dan berbagai macam ibadah lainnya. Di mana kamu harus memaksudkan tujuan dari semua ibadah tersebut hanya kepada Allah SWT semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” Shaad 385 Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta. Asma Wa Sifat Beriman bahwa Allah SWT memiliki nama dan sifat baik asmaul husna yang sesuai dengan keagungan-Nya yang telah Allah SWT tetapkan di Al-Qur’an dan As-sunah. Dalam bertauhid kepada asma wa sifat ini jangan dilakukan dengan adanya tahrif penyelewengan, ta'thil penolakan dan takyif penggambaran, dan tasybih penyerupaan. Umat Islam sendiri, mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah SWT yang wajib diimani. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah.”Keutamaan Mempelajari TauhidMasjid sebagai tempat beribadah umat islam sumber PixabayDikatakan, bahwa mempelajari ilmu tauhid penting untuk memahami kedudukan makhluk hidup dan pengaruhnya pada dunia. Seperti memahami mukjizat para nabi, ajaran yang bijak dan bermakna dari para wali, serta kesenangan yang Allah berikan kepada umat yang auh dari-nya sebagai bentuk ujian atau cobaan. Sehingga melalui ilmu tauhid, dapat digunakan sebagai pedoman untuk membedakan hal yang termasuk aqidah dan mana yang bukan. Selain itu, keutamaan mempelajari dan menerapkan tauhid dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menjauhkan diri dari kemusyrikan, mendudukkan soal wasilah, mendudukan soal khilafah atau politik dalam agama Islam. Dengan begitu, ilmu tauhid dapat menjadi pedoman bagi setiap umat muslim dalam menjalankan kehidupan agar terhindari dari pikiran buruk atau su’uzhan terhadap Allah SWT. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.Dalammakalah ini akan diuraikan mengenai macam-macam tauhid, seperti tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma wa sifat. Setiap macam dari ketiga macam tauhid itu memiliki makna yang harus dijelaskan agar perbedaan antara ketiganya menjadi jelas. 1.2. RUMUSAN MASALAH. 1.
الإِلْحَادُ فِي تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Penyimpangan dalam tauhid ar-Rububiyah ada 2 macam Pertama نَوَاقِضُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Pembatal-pembatal tauhid ar-Rububiyah Jika seseorang terjerumus dalam pembatal-pembatal tersebut maka tauhid ar-Rububiyahnya batal dan ia terjerumus dalam syirik akbar Kedua نَوَاقِصُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Pengurang kemurnian tauhid Ar-Rububiyah. Jika seseorang terjerumus dalam pengurang-pengurang ini, maka imannya tidak batal hanya saja ia terjerumus dalam syirik kecil ashghor. Pembatal-Pembatal tauhid rububiyyah diantaranya Pertama Atheism الْقَوْلُ بِعَدَمِ الرَّبِّakan datang pembahasan khusus akan hal ini di akhir pembahasan Kedua Berbilangnya Pencipta القَوْلُ بِتَعَدُّدِ الآلِهَةِ Perkataan ini bathil karena bertentangan dengan firman Allah, قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ Katakanlah “Dialah Allah, Yang Maha Esa.” QS Al-Ikhlas 1 Nabi juga berfirman, إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ “Sesungguhnya Allah itu Witr dan menyukai yang witr ganjil.” HR. Bukhari no. 6410 dan Muslim no. 2677 Diantara kelompok yang berpemahaman ini, Pertama Dualisme Yaitu meyakini ada dua tuhan. Ada beberapa kelompok yang meyakini dualisme, diantatanya Tsunawiyah, yaitu meyakini bahwa cahaya dan kegelapan adalah dua perkara yang azali. Namun meskipun mereka mengganggap cahaya dan kegelapan sama-sama azali akan tetapi tetap keduanya berbeda dalam banyak hal, dalam dzat, tabi’at, perbuatan, jenis, tempat lokasi, dan lainnya. Majusi, yang meyakini bahwa ada dua kekuatan di alam semesta yaitu cahaya/api dan kegelapan, hanya saja yang qodim azali adalah cahaya. Sementara kegelapan adalah hadits tidak qodim Al-Manawiyah, yaitu pengikut Mani bin Fatak. Mereka meyakini bahwa alam ini tercipta dari dua dzat yang azali, akan tetapi mereka berpendapat bahwa keduanya berbeda dari sisi jiwa, bentuk, perbuatan, dan pengaturan. Bedanya dengan Tsunawiah al-Manawiyah tidak menyatakan bahwa kedanya adalah cahaya dan kegelapan. Kedua Trinitas Yaitu meyakini 3 Tuhan. Diantara yang berkeyakinan trinitas adalah Hindu, yang mengatakan tuhan itu ada brahmana, wisnu, dan siwa. Nasrani, yang mengatakan tuhan itu ada tuhan bapa, tuhan anak, dan tuhan roh kudus Kelompok-kelompok yang mengakui bahwa tuhan ada dua atau tiga, naluri mereka tetap saja meyakini akan adanya tuhan yang satu. Kaum Nasrani yang meyakini tiga tuhan tetap berusaha mengatakan 3 sama dengan 1, kaum Hindu tetap meyakini Brahmana- lah tuhan yang paling top diantara semuanya, demikian pula Majusi yang meyakini tuhan api yang paling top. Ibnu Taimiyyah berkata أَنَّ إِثْبَاتَ رَبَّيْنِ لِلْعَالَمِ لَمْ يَذْهَبْ إِلَيْهِ أَحَدٌ مِنْ بَنِي آدَمَ، وَلاَ أَثْبَتَ أَحَدٌ إِلَهَيْنِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلاَ مُتَسَاوِيَيْنِ فِي الصِّفَاتِ وَلاَ فِي الأَفْعَالِ، وَلاَ أَثْبَتَ أَحَدٌ قَدِيْمَيْنِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلاَ وَاجِبَيْ الْوُجُوْدِ مُتَمَاثِلَيْنِ، وَلَكِنَّ الإِشْرَاكَ الَّذِي وَقَعَ فِي الْعَالَمِ إِنَّمَا وَقَعَ بِجَعْلِ بَعْضِ الْمَخْلُوْقَاتِ مَخْلُوْقَةً لِغَيْرِ اللهِ فِي الإِلَهِيَّةِ بِعِبَادَةِ غَيْرِ اللهِ تَعَالَى، وَاتِّخَاذِ الْوَسَائِطِ وَدُعَائِهَا وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهَا، كَمَا فَعَلَ عُبَّادُ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَالْكَوَاكِبِ وَالأَوْثَانِ، وَعُبَّادِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمَلاَئِكَةِ أَوْ تَمَاثِيْلِهِمْ وَنَحْوِ ذَلِكَ. فَأَمَّا إِثْبَاتُ خَالِقَيْنِ لِلْعَالَمِ مُتَمَاثِلَيْنِ فَلَمْ يَذْهَبْ إِلَيْهِ أَحَدٌ مِنَ الآدَمِيِيْنَ “Sesungguhnya menetapkan dua Tuhan bagi alam maka tidak seorangpun dari keturunan Adam yang berpendapat demikian. Demikian juga tidak seorangpun yang menetapkan adanya dua sesembahan yang sama persis, atau menetapkan dua sesembahan yang sama persis dalam sifat-sifatnya atau perbuatan-perbuatannya, dan tidak seorangpun menetapkan dua qodim azali yang sama persis, tidak juga wajibul wujud yang sama persis. Akan tetapi kesyirikan yang terjadi di alam hanyalah terjadi dengan menjadikan sebagian makhluk adalah makhluk bagi selain Allah dalam peribadatan, yaitu dengan beribadah kepada selain Allah, demikian juga mengambil perantara-perantara lalu berdoa kepadanya dan bertaqorrub kepadanya. Sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah matahari, rembulan, bintang-bintang, berhala-berhala. Juga para penyembah para nabi dan para malaikat, atau patung-patung mereka dan yang semisalnya. Adapun menetapkan adanya 2 pencipta alam yang sama persis maka tidak seorangpun dari keturunan Adam yang berpendapat demikian” [1] Ketiga Adanya Tuhan selain Allah القَوْلُ بِوُجُوْدِ الرَّبِّ غَيْرِ الله Seperti Firaun yang mengaku dirinya adalah tuhan, demikian pula Namrud, atau Budha Sidharta Gautama yang diyakini oleh para pengikutnya sebagai tuhan. Firaun mengaku dirinya sebagai tuhan padahal dia tahu bahwa dirinya bukanlah tuhan. Allah berfirman tentang perkataan Musa, قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزَلَ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا Musa menjawab “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa”. QS Al-Isra’ 102 Orang pertama yang mengetahui kebohongan Fir’aun adalah dirinya sendiri. Ia tahu bahwa ia bukanlah tuhan, betapa banyak hal yang tidak mampu ia kerjakan, dan betapa ia tahu kelemahan dirinya akan tetapi karena kesombongan semata ia mengaku tuhan. Allah berfirman وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini kebenarannya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan QS An-Naml 14 Adapun kaumnya mengaku Firáun sebagai tuhan hanya karena dibodohi oleh Firáun. Allah berfirman وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلَا تُبْصِرُونَ، أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ، فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ، فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ Dan Fir´aun berseru kepada kaumnya seraya berkata “Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan bukankah sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihatnya. Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan perkataannya. Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?. Maka Fir´aun mempengaruhi kaumnya dengan perkataan itu lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. QS Az-Zukhruf 51-54 Namrud juga mengaku dirinya tuhan, sebagaimana saat Nabi Ibrahim berdialog dengan Namrud, أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya Allah karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”.Ibrahim berkata “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. QS Al-Baqarah 258 Berbeda dengan Budha, dirinya tidak pernah mengaku sebagai tuhan, pengikut-pengikutnya yang berlebihan lah yang kemudian mempertuhankannya. Budha tidak pernah menciptakan apa-apa, Budha hanyalah orang bijak, bahkan sahabat-sahabatnya di zaman awal juga tidak mempertuhankannya. Demikian pula Nabi Isa, sahabat-sahabatnya sama sekali tidak menyembah Nabi Isa, hingga datang Paulus dan pengikut-pengikutnya di zaman belakangan mulailah melakukan penyembahan terhadap Isa. Keempat Azalinya alam الْقَوْلُ بِقِدَمِ الْعَالَمِ Mereka mengatakan bahwa alam itu ada bersamaan dengan adanya tuhan, bukan adanya tuhan lalu tuhan menciptakan alam. Jelas ini perkataan yang bathil karena mengingkari sifat “mencipta” Tuhan. Nabi bersabda كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ “Dahulu Allah sendirian dan tidak ada sesuatupun selainNya” HR Al-Bukhari no 3191 Hal ini adalah keyakinan sebagian kaum falasifah seperti Ibnu Sina dan Faarobi. Kelima Adanya yang mengatur sebagian alam semesta selain Allah tetapi dengan izin Allah الْقَوْلُ بِوُجُوْدِ الْمُدَبِّرِ غَيْرِ اللهِ بِإِذْنِ الله Seperti anggapan sebagian manusia yang meyakini bahwa Allah memberikan hak otonomi kepada sebagian makhluknya untuk mengatur sebagian dari alam. Namun yang benar adalah Allah tidak pernah memberikan satu pun hak otonomi kepada selain diri-Nya untuk mengatur sebagian alam, bahkan malaikat pun tidak. Jika dikatakan bahwa ada malaikat yang mengatur hujan, maka itu hanyalah sekadar melaksanakan perintah Allah saja, adapun hak untuk mengaturnya malaikat tidak memilikinya. Oleh karena itu, keyakinan sebagian orang bahwa pantai selatan diatur oleh Nyi Roro Kidul adalah perkataan bathil dan merupakan kesyirikan di dalam bab tauhid rububiyyah. Demikian juga keyakinan sebagian orang bahwa gunung tertentu diatur oleh jin atau penunggunya juga merupakan kesyirikan dalam tauhid ar-Rububiyah. Demikian juga keyakinan sebagian kaum Syiáh Rofidhoh yang menyatakan bahwa dunia dan akhirat adalah milik para imam mereka, dimana para imam mengaturnya sesuai dengan yang mereka kehendaki. Mereka meyakini bahwa para imam mereka mengetahui ilmu ghaib, mereka mengetahui kapan mereka mati dan mereka tidak mati kecuali dengan izin mereka. Demikian juga keyakinan sebagian kaum sufiyah yang menyatakan bahwa As-Syaikh Abdul Qodir al-Jailani telah diberi “kun” oleh Allah, sehingga ia bisa menyatakan “kun fayakun” dengan izin Allah. Ali Al-Faasi, penulis kitab Jawaahirul Ma’aani fi Faydi Sayyidi Abil Abaas At-Tiijaani, menukil perkataan At-Tijani “Adapun perkataan penanya Apa makna perkataan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaani radhiallahu anhu “Dan perintahku dengan perintah Allah, jika aku berkata kun jadi maka yakun terjadilah” …dan juga perkataan sebagian mereka “Wahai angin tenanglah terhadap mereka dengan izinku” dan perkataan-perkataan para pembesar yang lain radhiallahu anhum, yang semisal ini maka perkataan Abdul Qodir al-Jailany radhiallahu anhu. Maknanya adalah Allah memberikan kepada mereka Khilaafah Al-Udzma kerajaan besar dan Allah menjadikan mereka khalifah atas kerajaan Allah dengan penyerahan kekuasaan secara umum, agar mereka bisa melakukan di kerajaan Allah apa saja yang mereka kehendaki. Dan Allah memberikan mereka kuasa kalimat “kun”, kapan saja mereka berkata kepada sesuatu “kun” jadilah maka terjadilah tatkala itu” [2] Keenam Keyakinan wihdatul wujud/hululiyyah/ittihadiyah وِحْدَةُ الْوُجُوْدِ Ini adalah perkataan Ibnu Arabi dan pengikut-pengikutnya, mereka mengatakan bahwa Allah bersatu dengan makhluk. Sesungguhnya pemahaman ini lebih kufur daripada Nasrani, jika sebagian Nasrani berkata bahwa Allah bersatu dengan Nabi Isa seorang, adapun wihdatul wujud meyakini Allah bersatu dengan semua makhluk. Ketujuh Keyakinan bahwa berhala memberi manfaat dan mudorot Kedelapan Berhukum dengan selain hukum Allah, seraya meyakini bahwa selain Allah berhak juga untuk mengeluarkan hukum yang setara dengan hukum Allah, atau lebih baik dari hukum Allah. Hal ini merupakan pembatal tauhid ar-Rububiyah karena Allah maha esa dalam menetapkan hukum-hukum, ketika seseorang meyakini ada selain Allah yang juga boleh menetapkan hukum yang nilainya sama dengan hukum Allah atau lebih baik maka pada dasarnya ia telah membatalkan tauhid ar-Rububiyahnya. Kesembilan Keyakinan bahwa gerakan/munculnya bintang dan planet mempengaruhi kejadian alam الاِعْتِقَاُد بِتَأْثِيْرِ النُّجُوْمِ وَالْكَوَاكِبِ عَلَى الحَوَادِثِ الأَرْضِيَّةِ Hal ini membatalkan tauhid ar-Rububiyah karena meyakini bahwa benda-benda langit yang merupakan benda mati ikut mempengaruhi peristiwa-peristiwa di bumi. Padahal yang menentukan kejadian-kejadian alam hanyalah Allah semata. Hal-hal yang mengotori kemurnian tauhid ar-Rububiyah نَوَاقِصُ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّةِ Diantara hal-hal yang mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyah dan mengotori kemurniannya adalah Pertama Bersumpah dengan selain Allah Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat kekufuran atau berbuat kesyirikan” [3] Tidaklah seseorang bersumpah dengan selain Allah kecuali mengagungkannya. Jika ternyata ia memandang sesuatu tersebut keagungannya sama dengan Allah maka ia telah terjerumus dalam syirik besar, jika tidak maka ia terjerumus dalam syirik kecil. [4] Kedua Menyandarkan nikmat kepada selain Allah. Meskipun dengan meyakini bahwa selain Allah tersebut hanyalah sebab, akan tetapi seharusnya nikmat disandarkan kepada pemberi nikmat yang sesungguhnya. Seperti perkataan, “Kalau bukan polisi tentu saya sudah dirampok”, “Kalau bukan kelihaian nahkoda tentu kapal sudah tenggelam”, dan semisalnya. Justru dalam kondisi bersyukur karena selamat dari keburukan atau kekawatiran seharusnya seseorang mengingat Allah bukan malah mengingat sebab. Karena hal ini mengurangi nilai tauhid ar-Ribubiyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang mengatur alam semesta, dan hanya Allah yang memberikan segala kenikmatan. Ketiga Menyandarkan kenikmatan kepada Allah dan juga kepada selain Allah dengan kata gandeng seperti kata gandeng “dan” yang mengesankan persamaan. Contoh mengatakan, مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ فُلاَنٌ “Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan”. Atau berkata, لَوْلاَ اللهُ وَفُلاَنٌ “Kalau bukan karena Allah dan si fulan”. Karena kedua perkataan di atas menunjukan seakan-akan kehendak si fulan menyamai kehendak Allah dalam menentukan terjadinya kejadian. Rasulullah bersabda لاَ تَقُوْلُوا مَا شَاءَ اللهُ وَشَاءَ فُلاَنٌ، وَلَكِنْ قُوْلُوا مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شَاءَ فُلاَنٌ “Janganlah kalian berkata, “Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan”, akan tetapi katakanlah, “Atas kehendak Allah lalu kehendak si Fulan” [5] Keempat Protes kepada taqdir Allah dengan mengatakan “seandainya”. Sabda Nabi ﷺ , الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Orang mukmin yang tangguh lebih baik dan lebih Allah cintai dibanding mukmin yang lemah dan pada keduanya terdapat kebaikan. Upayakanlah segala yang bermanfaat bagimu, dengan tetap meminta pertolongan dari Allah dan jangan pernah merasa lemah. Bila engkau ditimpa sesuatu maka jangan pernah berkata, “Seandainya aku berbuat demikian niscaya kejadiannya akan demikian dan demikian”. Namun ucapkanlah, “Ini adalah takdir Allah dan apapun yang Allah kehendaki pastilah terjadi”, karena sejatinya ucapan ”seandainya” hanyalah membuka pintu godaan setan.” [6] Karena seseorang ketika ditimpa dengan apa yang dia tidak sukai, lantas ia berkata, “Seandainya…”, maka seakan-akan ia tidak setuju dan protes kepada keputusan Allah. Seakan-akan ia tidak setuju dengan “pengaturan” rububiyah Allah. Seharusnya ia berkata “Ini adalah takdir Allah dan apapun yang Allah kehendaki pastilah terjadi” yang menunjukan ia pasrah dengan ketetapan Allah. Kelima Mencela masa/waktu/zaman Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, قَالَ تَعَالَى يُؤْذِيْنِيْ ابْنِ آدَم، يَسُبُّ الدَّهْر، وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَار “Allah Ta’ala berfirman, Anak Adam manusia menggangguku, mereka mencela masa padahal aku adalah pemilik dan pengatur masa. Akulah yang menjadikan mala dan siang silih berganti’.” Dalam riwayat yang lain dikatakan, لَا تَسُبُّوا الدَّهْر، فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْر “Janganlah kalian mencela masa, karena Allah adalah Ad-Dahr itu sendiri.” Karena pada hakikatnya masa atau zaman tidaklah bisa berbuat apa-apa, ia diatur oleh Allah. Karenanya jika seseorang mencela masa sesungguhnya ia telah mencela sang pengaturnya yaitu Allah. Dan mencela pengaturan Allah berarti mencela rububiyah Allah. Keenam Mencela angin Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda لاَ تَسُبُّوْا الرِّيْحَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَا تَكْرَهُوْنَ فَقُوْلُوْا “Janganlah kamu mencaci maki angin. Apabila kamu melihat suatu hal yang tidak menyenangkan, maka berdoalah اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحِ، وَخَيْرِ مَا فِيْهَا، وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيْحِ، وَشَرِّ مَا فِيْهَا، وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, dan kebaikan yang untuknya Kau perintahkan ia, dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dan keburukan yang ada di dalamnya, dan keburukan yang untuknya Kau perintahkan ia.” HR. Tirmudzi, dan hadits ini ia nyatakan shahih. Hal ini sama dengan yang sebelumnya mencela masa, karena angin tidaklah berkehendak, ia diatur oleh Allah. Jika seseorang mencela angin berarti ia mencela pengaturnya. Dan mencela pengaturan Allah berarti mencela rububiyah Allah. Ketujuh Keyakinan bahwa perbuatan hamba bukan ciptaan Allah الْقَوْلُ بِأَنَّ أَفْعَالَ الْعِبَادِ غَيْرُ مَخْلُوْقَةٍ Ini adalah perkataan kaum Qadariyyah, mereka meyakini bahwa ada hal yang tidak diciptakan oleh Allah di alam semesta ini, yaitu perbuatan hamba. Dengan demikian melazimkan ada pencipta selain Allah. Karenanya Nabi bersabda tentang qodariyah الْقَدَرِيَّةُ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ، وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تَشْهَدُوهُمْ “Qodariyah adalah Majusi umat ini, jika mereka sakit maka jangan jenguk mereka, dan jika mereka mati maka jangan hadiri janazah mereka” [7] Hal ini karena majusi mengatakan bahwa ada dua pencipta, pencipta kebaikan yaitu cahaya/api, dan pencipta keburukan yaitu kegelapan. Sama halnya dengan qodariyah yang menyatakan bahwa keburukan perbuatan manusia tidak diciptakan oleh Allah. Kelaziman dari keyakinan qodariyah ini seharunya membatalkan bukan sekadar mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyyah, hanya saja para ulama tidak mengkafirkan mereka karena syubhat yang ada pada mereka. Kedelapan Keyakinan bahwa “penciptaan” adalah “ciptaan/makhluk” itu sendiri الخَلْقُ هُوَ الْمَخْلُوْقُ Ini adalah pernyataan Jahmiyah yang diikuti oleh Asyaíroh karena ingin menghindar dari kaidah mereka sendiri مَا تَحُلُّهُ الْحَوَادِثُ فَهُوَ حَادِثٌ “Apa yang ditempati oleh hawadits sesuatu yang baru maka ia juga baru”. Menurut ahlus sunnah bahwasanya sifat Allah al-kholq penciptaan adalah sifat yang qodim azali yang tegak di dzat Allah, hanya saja Allah menciptakan kapan saja Allah kehendaki dengan berkata “Kun”. Allah menciptakan Adam álaihis salam bukan di zaman azali tetapi di kemudian hari ketika Allah hendak menciptakannya, demikian pula Allah menciptakan langit dan bumi. Bagi Jahmiyah dan Asyaíroh bahwa kondisi Allah menciptakan di waktu yang tertentu adalah sesuatu yang merupakan kejadian baru pada diri Allah, yang melazimkan berarti Allah melakukan “penciptaan” terus menerus, dan ini berarti terjadi kejadian-kejadian baru pada dzat Allah dan ini tentu tidak boleh dalam kaidah mereka. Sehingga mereka mentakwil “kholq penciptaan” dengan “makhluk” yang terjadi terus menerus[8]. Kelaziman dari pernyataan “penciptaan adalah makhluk itu sendiri” sebenarnya adalah membatalkan tauhid ar-Rububiyah karena menafikan sifat “penciptaan” yang merupakan sifat utama Tuhan sebagai Pencipta. Akan tetapi para ulama tidak mengkafirkan mereka karena ada syubhat yang ada pada diri mereka. Seperti mereka mengatakan bahwa makhluk tercipta bukan dengan “penciptaan” akan tetapi dengan sifat al-irodah yang qodim dengan pemunculan irodah yang berkaitan dengan penciptaan yang otomatis karena sudah diprogramkan dalam irodah qodimah. Kesembilan Keyakinan bahwa semua makhluq tersusun dari al-Jawahir al-Mufrodah Ahlus sunnah meyakini bahwa Allah menciptakan manusia dari unsur yang berbeda dari unsur untuk menciptakan hewan, pohon, batu, dan air. Atau satu makhluk tercipta dari berbagai unsur. Berbeda dengan mayoritas al-Jahmiyah, al-Mu’tazilah, dan al-Asyaíroh. Menurut mereka yang pertama Allah ciptakan adalah al-Jauhar al-Mufrod, dari al-Jauhar al-Mufrod itulah Allah menyusun dan memisahkan sehingga menjadi langit, menjadi bumi, menjadi api, menjadi air, dll. Semuanya berasal dari unsur terkecil yang sama yang disebut dengan al-Jauhar al-Mufrod[9]. Jadi Allah tidak pernah menciptakan benda-benda dan makhluk-mahkluk yang berdiri sendiri, akan tetapi Allah menciptakan sifat-sifat yang tegak pada al-jawahir al-mufrodah tersebut. Jadi anak yang lahir dari rahim, buah yang timbul dari pohon, api yang muncul dari batu bara, semuanya asalnya adalah unsur yang sama yaitu kumpulan al-Jauhar al-Mufrod hanya saja Allah rubah sifat-sifatnya dengan 4 cara الاِجْتِمَاعُ dikumpulkan, الاِفْتِرَاقُ dipisahkan, الحَرَكَةُ gerakan, dan السُّكُوْنُ diam sehingga berubah pula bentuknya. Ini tentu mengurangi nilai tauhid ar-Rububiyah Allah yang menciptakan dengan apa yang Allah kehendaki, dan tidak terbatas pada al-Jauhar al-Mufrod. Ini merupakan aqidah yang batil dari 3 sisi Pertama Mayoritas manusia menolak adanya keyakinan tentang al-Jauhar al-Mufrod. Pendapaat ini juga tidak dikenal dari seorangpun dari kalangan para sahabat, para tabiín, para imam yang ma’ruf. Kedua Menurut mereka yang dimaksud dengan al-Jauhar al-Mufrod yaitu sesuatu yang satu sisinya tidak terbedakan dengan sisi yang lain, tidak terbedakan antara kanan dan kirinya, bahkan mereka mengatakan bahwa ia tidak ada ukurannya. Tentu ini hanyalah hayalan semata, dan tidak ada di alam nyata. Allah telah menjadikan ukuran/takaran bagi segala sesuatu. قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا “Allah menjadikan bagi segala sesuatu ukuran” QS At-Tholaq 3. Jika al-Jauhar al-Mufrod sifatnya seperti yang mereka sebutkan tidak terbedakan antara kanan dan kirinya, tidak ada ukurannya, maka Allah tidak pernah menciptakan makhluk yang seperti itu, karena setiap makhluk pasti ada kadar/ukurannya. Ketiga Pada hakikatnya pendapat ini melazimkan bahwasanya Allah tidak menciptakan sesuatu dari sesuatu. Karena menurut mereka unsurnya tetap ada yaitu kumpulan al-Jauhar al-mufrod hanya saja Allah memberi bentuk pada unsur-unsur tersebut. Keempat Kenyataan yang ada menurut ilmu kimia bahwasanya unsur bukan hanya satu, bahkan banyak unsur yang berbeda-beda. Demikian juga unsur bisa berubah menjadi unsur yang lain dengan proses kimia. Tentu diketahui bahwa unsur yang menyusun kaca tentu tidak sama dengan unsur yang menyusun buah kurma, tidak sama pula dengan unsur yang menyusun air mani. Demikian juga unsur yang menyusun malaikat tidak sama dengan unsur yang menyusun jin dan manusia. Kelima Pada hekikatnya pendapat ini mengingkari “penciptaan” Allah, karena Allah menurut mereka hanyalah menyusun tanpa menciptakan unsur yang baru Keenam Jika hakikat penciptaan hanyalah 4 perkara berkumpul, berpisah, bergerak, dan diam yang terjadi pada al-jauhar al-mufrod, maka seharusnya tidak akan terjadi sesuatu yang baru, karena tidak terjadi proses kimia. Sebagaimana air jika digabungkan atau dipisahkan atau didiamkan atau digerakan maka tidak akan menimbulkan benda lain selain air itu sendiri, hanya saja terjadi perubahan bentuk, akan tetapi bendanya tetaplah air. Ini tentu bertentangan dengan kenyataan, bahwa benda manusia tentu tidak sama dengan benda kaca.[10]. Ketujuh Teori al-Jauhar al-Fard bukanlah teori islami, akan tetapi teori Yunani yang dicetuskan oleh Dimokritos 460 SM – 370 SM yang terkenal dengan teori atom-nya. Justru dengan teori atom tersebut pala filsuf Yunani menyatakan tentang azalinya alam, dan dijadikan batu loncatan untuk mengingkari adanya tuhan. Hal ini karena mereka meyakini bahwa atom-atom penyusun alam azali dan tidak akan pernah punah, dan hanya berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya karena perubahan interaksi dari satu atom dengan atom lainnya. Akan tetapi teori atom inipun diperselisihkan oleh para filsuf Yunani terdahulu[11]. Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA. _______________________ [1] Dar’ Taáarud al-Áql wa an-Naql 9/344 [2] Jawaahirul Ma’aani wa Buluug Al-Amaani 2/62 [3] HR At-Tirmidzi no 1535 dan dishahihkan oleh Al-Albani [4] Lihat al-Qoul al-Mufiid, al-Útsaimin 2/211 [5] HR Abu Daud no 4980 dan dishahihkan oleh Al-Albani [6] HR. Muslim No. 2664 [7] HR Abu Daud no 4691 dan dihasankan oleh Al-Albani [8] Lihat جُهُوْدُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ فِي تَقْرِيْرِ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّة 1/207-217 [9] Lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah di Majmuu al-Fataawa 17/244-245, Minhajus Sunnah 2/139 dan Dar at-Taáarud 3/442-445 dan 8/320 [10] Lihat جُهُوْدُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ فِي تَقْرِيْرِ تَوْحِيْدِ الرُّبُوْبِيَّة 1/196-206 [11] Lihat Muqoddimah fi Naqd Madaaris ilmi al-Kalaam, Dr Mahmuud Qoosim, hal 13
MaknaTauhid. Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata benda dari kata kerja, ed) dari kata wahhada.Jika dikatakan wahhada syai'a artinya menjadikan sesuatu itu satu. Sedangkan menurut syariat berarti mengesakan Allah dalam sesuatu yang merupakan kekhususan bagi-Nya berupa rububiyah, uluhiyah, dan asma' wa shifat (Al-Qaulul Mufiiid Syarh Kitabi At-Tauhid I/7).
Oleh Muhammad Farid Wajdi BLOGGURU – Apa itu Tauhid Rububiyah? Apa itu Tauhid Uluhiyah? Memahaminya adalah pelajaran dasar yang harus dipahami oleh Umat Islam. Di Pondok Pesantren, materi tentang ini dipelajari dalam Mapel Al-Qur’an-Hadits Semester 1 Kelas VII SMP/MTs. Tauhid adalah fondasi ajaran Islam yang paling mendasar. Mengesakan Allah SWT dan beribadah hanya kepada-Nya merupakan akidah asasi bagi setiap muslim. Tauhid menjadi pengikat hati dan pikiran hamba kepada Allah SWT, sekaligus sebagai dasar orientasi hamba dalam beribadah, beramal dan bermuamalah. Tauhid Rububiyah Secara bahasa, Tauhid Rububiyah merupakan bentukan dari dua kata, yaitu Tauhid dan Rububiyah. Tauhid berasal dari Bahasa Arab, “Tauhidan”, “Yuwahhidu”, dan “Wahhada” yang berarti mengesakan. Menurut istilah, Tauhid Rububiyah berarti mengesakan Allah, mengimani bahwa Allah SWT itu Maha Esa; tiada Tuhan selain-Nya; tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah tidak diduakan dan tidak pula memiliki mitra setara dengan-Nya. Allah itu tidak melahirkan atau tidak mempunyai istri; dan tidak pula dilahirkan atau mempunyai ayah. Allah itu benar-benar unik, tidak ada yang sesuatu pun yang setara dengan-Nya, sebagaimana telah disebutkan dalam Qs. Al-Ikhlas 1-4 Tauhid juga mengandung arti Menyatukan, bahwa setiap muslim harus menyatukan hati dan pikirannya dalam beribadah hanya kepada-Nya, karena menyadari dan memahami sepenuh hati bahwa tujuan hidup yang ditetapkan-Nya adalah beribadah, menyembah, dan mendedikasikan dirinya kepada-Nya, bukan kepada makhluk, sebagaimana telah disebutkan dalam Qs. Al-Dzariyat/51 56. Menyatukan, disini juga berarti menyatukan orientasi kehidupan, dengan meniati segala aktivitas hidup setiap muslim secara ikhlas semata-mata karena mengharap ridha Allah SWT, sebagaimana telah disebutkan dalam Qs. Al-An’am/6 162-163. Tauhid Uluhiyah Menurut bahasa, kata “Uluhiyyah” berarti sembahan, persembahan. Secara istilah, dapat dimaknai Tauhid Uluhiyyah sebagai kepercayaan bahwa hanya Allah sembahan yang benar Tuhan yang pantas disembah. Dengan demikian, Tauhid Uluhiyyah adalah mengesakan dzat Allah SwT melalui sikap dan perbuatan hamba dengan hanya beribadah kepada-Nya, karena yang paling berhak diibadahi, dimintai pertolongan adalah Allah yang Maha Esa. Implikasi dari tauhid mengesakan dan menyatukan adalah bahwa ibadah mukmin harus disatukan niat dan tujuannya murni ikhlas karena Allah, bukan karena mengharap pujian dari makhluk, dan bukan pula karena pencitraan riya’. Jika tauhid rububiyyah berkaitan dengan pengesaan Allah dari segi perbuatan dan sifat-Nya, maka tauhid uluhiyyah berkaitan langsung dengan pengesaan dan penghambaan Dzat Allah yang tidak berbilang, Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada pula yang menyamai-Nya. Tauhid uluhiyyah yang murni menjadi syarat pengampunan dosa-dosa hamba. Artinya, sebesar apa pun dosa hamba, selama tidak menyekutukan Allah syirik, peluang untuk memperoleh ampunan dari Allah SwT sangat terbuka. Sebaliknya, orang yang melakukan syirik, dosanya tidak akan diampuni oleh-Nya, karena syirik merupakan dosa terbesar yang berkaitan “perselingkuhan teologis” terhadap dzat-Nya secara langsung. Jadi, keimanan dan keyakinan terhadap keesaan Allah, baik dari dzat, perbuatan dan sifat-Nya, merupakan pangkal segala kebaikan sekaligus merupakan kunci pembuka surga. Nabi saw bersabda “Barangsiapa yang akhir perkataannya la ilaha illa Allah, maka dia akan masuk surga” HR Muslim. * Muhammad Farid Wajdi, Guru Al-Qur’an-Hadits pada SMP/MTs Ponpes Modern Putri IMMIM Minasatene-Pangkep.
DRAFTPERTANYAAN NARASUMBER Untuk: Perwakilan dari Kanal YouTube "Lampu Islam" Ditujukan untuk Pemenuhan Sumber Penelitian Skripsi Strata 1 Komunikasi dan Penyiaran Islam Dengan judul skripsi "Representasi Makna Tauhid Rububiyah Menurut Dr. Zakir Naik (Studi pada Media YouTube Lampu Islam)"
Belajar Tauhid 2 > Tauhid Rububiyyah Syaikh Dr. Soleh bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah Tauhid Rububiyah Dan Pengakuan Orang-Orang Musyrik Terhadapnya Termasuk dalam kesempurnaan Tauhid adalah merangkumi mengakui ke-Esaan Allah dalam rububiyah, ikhlas beribadah hanya kepada-Nya menurut ketetapan kaedahnya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, perbahasan tauhid secara umumnya dapat dibahagiakan kepada tiga bahagian. Iaitulah; Tauhid rububiyah, Tauhid uluhiyah serta Tauhid asma’ wa shifat. Setiap bahagian dari ketiga-tiga bahagian tauhid tersebut memiliki penjelasan dan perbahasan mengikut skopnya. Tauhid Rububiyah Iaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini bahawa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk. Firman-Nya اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ “Allah menciptakan setiap sesuatu, dan Dia lah Yang mentadbirkan serta Memelihara segala sesuatu.” Surah az-Zumar, 39 62 Bahawasanya Dia adalah Pemberi Rezeki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا “Dan tidak ada satu pun dari makhluk-makhluk yang bergerak di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” Surah Hud, 11 6 Dan bahawasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pentadbir alam semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu. Pengatur pusingan siang dan malam, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ “Katakanlah “Wahai Tuhan yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab batas.”.” Surah Ali Imran, 3 26-27 Allah telah menafikan sekutu atau pembantu dalam kekuasaan-Nya. Sebagaimana Dia menafikan adanya sekutu dalam penciptaan dan pemberi rezeki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ “Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahanmu selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.” Surah Luqman, 31 11 أَمَّنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ “Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?” Surah al-Mulk, 67 21 Allah menyatakan pula tentang ke-Esa-an-Nya dalam rububiyah-Nya atas segala alam semesta. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ “Segala puji bagi Allah yang memelihara sekalian alam.” Surah al-Fatihah, 1 2 إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristiwa di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan diciptakan-Nya pula matahari, bulan dan bintang-bintang masing-masing tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” Surah al-A’raaf, 7 54 Allah menciptakan semua makhluk-Nya di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyah-Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah dalam ibadah juga mengakui ke-Esaan rububiyah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ 86 سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ 87 قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ 88 سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ “Katakanlah “Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab “Kepunyaan Allah.” Katakanlah “Maka adakah kamu tidak bertaqwa?” Katakanlah “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari azab-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab “Kepunyaan Allah.” Katakanlah “Kalau begitu, maka dari jalan manakah kamu ditipu?”.” Surah al-Mukminun, 23 86-89 Dengan itu, tauhid rububiyah ini sememangnya diakui oleh sekalian manusia secara fitrah. Tidak ada umat mana pun yang menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakui-Nya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lainnya. Sebagaimana perkataan para rasul yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قَالُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا تُرِيدُونَ أَنْ تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ “Berkata rasul-rasul mereka “Adakah ada keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi keampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan siksaan-mu sehingga masa yang ditentukan?” Mereka berkata “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk memesongkan menghalang kami dari apa yang selalu disembah nenek-moyang kami, kerana itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.”.” Surah Ibrahim, 14 10 Adapun orang yang paling terkenal dengan pengingkarannya adalah Fir’aun. Walaupun begitu, di hatinya masih tetap mengakui kewujudan Allah. Sebagaimana perkataan Musa alaihis Salam kepadanya قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا “Musa menjawab “Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahawa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu melainkan Allah yang Memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira bahawa kamu wahai Fir’aun sebagai seorang yang akan binasa.”.” Surah al-Isra’, 17 102 Allah Ta’ala turut mengkhabarkan tentang Fir’aun dan kaumnya وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ “Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan mereka, sedangkan hati mereka mengakui kebenaran hakikat tersebut.” Surah an-Naml, 27 14 Begitu pula orang-orang yang mengingkarinya di zaman ini, seperti komunis dan atheis. Mereka hanya menampakkan pengingkaran dan penolakkan kerana kesombongannya. Akan tetapi pada hakikatnya, secara diam-diam, batin mereka meyakini bahawa tidak ada satu makhluk pun yang ada tanpa Pencipta, dan tidak ada satu benda pun kecuali ada yang membuatnya, dan tidak ada pengaruh apa pun kecuali pasti ada yang mempengaruhinya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ. أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَلْ لَا يُوقِنُونَ “Adakah mereka diciptakan tanpa sesuatu apa pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Atau mereka yang mencipta langit dan bumi itu? Sebaliknya mereka tidaklah yakin. ” Surah ath-Thur, 52 35-36 Perhatikanlah alam semesta ini, sama ada yang di atas mahupun yang di bawah dengan segala bahagian-bahagiannya, kita pasti mampu mendapati semua itu menunjukkan kepada wujudnya Pembuat, Pencipta dan Pemiliknya. Maka, mengingkari dalam akal dan hati terhadap pencipta semua itu, sama keadaannya dengan mengingkari ilmu itu sendiri dan mencampakkannya, yang mana kedua-dua situasi tersebut tiada bezanya. Adapun pengingkaran tentang adanya Tuhan oleh orang-orang komunis ketika ini hanyalah kerana kesombongan dan penolakan mereka terhadap hasil kajian dan penemuan akal yang sihat. Sesiapa yang memiliki sifat seperti ini maka dia telah membuang akalnya dan mengajak orang lain untuk mentertawakan dirinya. Pengertian Rabb Dalam al-Qur’an Dan as-Sunnah, Serta Pandangan Umat-umat Yang Sesat Rabb adalah bentuk mashdar, berasal dari “رب يرب” yang bererti mengembangkan sesuatu dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain, sehingga kepada keadaan yang sempurna. Dan boleh juga diungkapkan dengan ربه ورباه ورببه. Dengan itu, Rabb adalah kata mashdar yang dipinjam untuk fa’il pelaku. Kata-kata ar-Rabb tidak disebut sendirian, kecuali untuk Allah yang menjamin kemaslahatan seluruh makhluk. Adapun jika diidhafah-kan ditambahkan kepada yang lain, maka ianya boleh dimaksudkan kepada Allah dan boleh juga yang lain. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ “Segala puji bagi Allah yang memelihara sekalian alam.” Surah al-Fatihah, 1 2 Juga firman-Nya قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ “Musa berkata pula “Tuhan kamu dan Tuhan nenek-moyang kamu yang dahulu.”.” Surah as-Syu’ara, 26 26 Kata rabb juga turut digunakan seperti “رب الدار” iaitu tuan rumah atau pemilik rumah, “رب الفرس” iaitu pemilik kuda, dan di antaranya lagi adalah perkataan Nabi Yusuf alahis Salam yang dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِنْهُمَا اذْكُرْنِي عِنْدَ رَبِّكَ فَأَنْسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ “Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu rabbika.” Maka Syaitan menjadikan dia lupa menerangkan keadaan Yusuf kepada tuannya rabbihi. Kerana itu tetaplah dia Yusuf dalam penjara beberapa tahun lamanya.” Surah Yusuf, 12 42 Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ “…kembalilah kepada tuanmu rabbika…” Surah Yusuf, 12 50 أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا “Adapun salah seorang dari kamu, maka ia akan memberi minum arak kepada tuannya rabbahu…” Surah Yusuf, 12 41 Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah tentang unta yang hilang حَتَّى يَجِدَهَا رَبُّهَا “…Sehingga pemiliknya menemuinya…” Shahih al-Bukhari, 2428 Maka jelaslah bahawa kata Rabb diperuntukkan untuk Allah jika ma’rifat dan mudhaf, sehingga kita mengatakan misalnya الرب Tuhan – Allah, رب العالمين Penguasa semesta alam atau رب الناس Tuhan manusia. Dan tidak diperuntukkan kepada selain Allah kecuali jika di-idhafah-kan, misalnya رب الدار tuan rumah, atau “رب الاءبل” pemilik unta dan lainnya. Makna “رب العالمين” adalah Allah Pencipta alam semesta, Pemilik, Pengurus dan Pembimbing mereka dengan segala nikmat-Nya, serta dengan mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya dan Pemberi balasan atas segala perbuatan makhluk-Nya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah Wafat 751H berkata bahawa kandungan dan kesan rububiyah adalah adanya perintah dan larangan kepada hamba, membalas yang berbuat baik dengan kebaikan, serta menghukum yang jahat atas kejahatannya. Madarijus Salikin, 1/68 Pengertian Rabb Menurut Pandangan Umat-Umat Yang Sesat Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan fitrah mengakui tauhid serta mengetahui Rabb Sang Pencipta. Firman Allah فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Surah ar-Ruum, 30 30 وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka lalu berfirman “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab “Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi.” Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang alpa terhadap ini ke-Esaan Tuhan”. Surah al-A’raaf, 7 172 Jadi, mengakui rububiyah Allah dan menerimanya adalah sesuatu yang fitri. Sedangkan syirik adalah unsur yang datang kemudian. Baginda Rasul bersabda كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ “Setiap bayi dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tua-nyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Shahih al-Bukhari, no. 1385 Seandainya seorang manusia diasingkan dan dibiarkan fitrahnya, pasti ia akan meng-arah kepada tauhid yang dibawa oleh para rasul, yang disebutkan oleh kitab-kitab suci dan ditujukan oleh alam. Akan tetapi kesan pengaruh bimbingan yang menyimpang dan persekitaran yang berunsurkan tidak mempedulikan wujudnya Tuhan itulah faktor penyebab yang mengubah pandangan si bayi. Dari sanalah seorang anak manusia mengikuti bapa-nya dalam kesesatan dan penyimpangan. Allah berfirman dalam hadis Qudsi وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ “Aku ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif putih bersih semuanya, sesungguhnya Syaitan-lah yang memalingkan mereka, maka mereka pun menyimpang dari agama mereka.” Shahih Muslim, no. 2865 Maksudnya, memalingkan mereka kepada berhala-berhala dan menjadikan mereka itu sebagai tuhan selain Allah. Maka mereka jatuh dalam kesesatan, keterasingan, perpecahan, dan perbezaan; kerana setiap kelompok memiliki tuhan-nya masing-masing. Ini adalah kerana ketika mereka berpaling dari Tuhan yang sebenar, maka mereka akan jatuh ke dalam fikrah mempercayai tuhan-tuhan palsu. Sebagaimana firman Allah فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ “Maka demikian, Allah itulah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimana kamu boleh dipalingkan dari kebenaran?” Surah Yunus, 10 32 Kesesatan itu tidak memiliki batas dan tepi. Dan itu pasti terjadi pada diri orang-orang yang berpaling dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman-Nya يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ 39 مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ “Wahai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyang kamu ada-adakannya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama tersebut. Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah, Yang telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Surah Yusuf, 12 39-40 Dan syirik dalam tauhid rububiyah adalah dengan menetapkan adanya dua pencipta yang serupa dalam sifat dan perbuatannya; Ini adalah sesuatu yang mustahil. Akan tetapi sebahagian kaum musyrikin meyakini bahawa tuhan-tuhan mereka memiliki sebahagian kekuasaan dalam alam semesta ini. Syaitan telah mempermainkan mereka dalam menyembah tuhan-tuhan tersebut, dan syaitan mempermainkan setiap kelompok manusia berdasarkan kemampuan akal mereka. Ada sekelompok orang yang diajak untuk menyembah orang-orang yang sudah mati dengan cara membuat patung-patung mereka sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh alaihis Salam. Ada pula sekelompok lain yang menghasilkan berhala-berhala dalam bentuk planet-planet. Mereka menganggap planet-planet tersebut memiliki kuasa terhadap alam semesta dan isinya. Maka mereka membinakan rumah-rumah untuknya serta memasang anak kuncinya. Mereka pun berselisih pendapat berkenaan penyembahannya; ada yang menyembah matahari, ada yang menyembah bulan dan ada pula yang menyembah planet-planet lain, sehingga di kalangan mereka membina piramid-piramid, dan setiap planet ada piramidnya sendiri. Ada pula golongan yang menyembah api, iaitu kaum Majusi. Juga ada kaum yang menyembah sapi lembu, seperti yang ada di India; kelompok yang menyembah malaikat, kelompok yang menyembah pohon-pohon dan batu besar. Juga ada yang menyembah makam atau kuburan yang dianggap keramat. Semua ini adalah disebabkan kerana mereka menyangkakan dan menggambarkan benda-benda tersebut mempunyai sebahagian dari sifat rububiyah atau ketuhanan. Ada pula yang menganggap berhala-berhala itu mewakili hal-hal yang ghaib. Imam Ibnul Qayyim berpendapat “Pembuat berhala pada mulanya adalah golongan yang suka berimaginasi dan gemar membayangkan persoalan tuhan yang ghaib, lalu mereka membina patung-patung tertentu berdasarkan bentuk dan rupa yang terlintas di fikiran mereka agar dapat menjadi wakilnya serta mengganti kedudukannya. Jika tidak begitu, maka sesungguhnya setiap orang yang berakal tidak mungkin akan memahat patung dengan tangannya sendiri kemudian meyakini dan menyatakan bahawa patung yang dipahat itu adalah tuhan sembahannya.” Ighatsatul Lahfan, 2/220 Begitu pula yang berlaku kepada golongan sesat yang menyembah kuburan, sama ada di era dahulu kala mahupun di zaman ini, mereka menyangka bahawa orang-orang mati itu dapat membantu mereka, dengan beranggapan bahawa mereka mampu menjadi per-antara penghubung di antara mereka dengan Allah dalam membantu memenuhi mencapai hajat-hajat mereka. Mereka mengatakan مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” Surah az-Zumar, 39 3 وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ “Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula manfaat, dan mereka berkata “Mereka itu adalah pemberi syafa’at pertolongan kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah “Adakah kamu mengkhabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak pula di bumi?” Maha Suci Allah yang Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan itu.” Surah Yunus, 10 18 Begitulah hakikatnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebahagian kaum musyrikin arab dan Nasrani di mana mereka menganggap tuhan-tuhan mereka adalah anak-anak Allah. Kaum musyrikin arab menganggap malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Orang Nasrani menyembah Isa alaihis salam atas dasar anggapan ia adalah anak lelaki Allah. Sanggahan Terhadap Pandangan Yang Batil Terhadap Rububiyah Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyanggah pandangan-pandangan tersebut a – Sanggahan Terhadap Penyembah Berhala أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى 19 وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى “Maka adakah patut kamu wahai orang-orang musyrik menganggap al-Lata dan al-Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian sebagai anak perempuan Allah?” Surah an-Najm, 53 19-20 Tafsir ayat tersebut menurut imam al-Qurthubi, “Sudahkah engkau perhatikan baik-baik tuhan-tuhan ini. Apakah mereka boleh mendatangkan manfaat atau mudharat, sehingga mereka itu dijadikan sebagai sekutu-sekutu Allah?” Allah Ta’ala berfirman وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ إِبْرَاهِيمَ 69 إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا تَعْبُدُونَ 70 قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِينَ 71 قَالَ هَلْ يَسْمَعُونَكُمْ إِذْ تَدْعُونَ 72 أَوْ يَنْفَعُونَكُمْ أَوْ يَضُرُّونَ 73 قَالُوا بَلْ وَجَدْنَا آبَاءَنَا كَذَلِكَ يَفْعَلُونَ “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapa-nya dan kaumnya “Apakah yang kamu sembah?” Mereka menjawab “Kami menyembah berhala-berhala dan kami sentiasa tekun menyembahnya.” Berkata Ibrahim “Adakah berhala-berhala itu mendengar doa-mu sewaktu kamu berdoa kepadanya? Atau dapatkah mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?” Mereka menjawab “Bukan kerana itu, tetapi sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian.”.” Surah asy-Syu’araa’, 26 69-74 Mereka mengakui bahawa berhala-berhala itu tidak mampu untuk mendengar permohonan, tidak boleh mendatangkan manfaat mahupun mudharat. Akan tetapi mereka menyembahnya kerana ikut-ikutan taklid buta kepada nenek moyang mereka. Sedangkan taklid adalah hujjah yang batil dan bukanlah suatu pendirian yang betul. b – Sanggahan Terhadap Penyembah Matahari, Bulan, Dan Bintang Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristiwa di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan diciptakan-Nya pula matahari, bulan dan bintang-bintang, masing-masing tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” Surah al-A’raaf, 7 54 وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari dan bulan, tetapi sujudlah kepada Allah yang telah menciptakannya, sesungguhnya hanya kepadanyalah kamu mengabdikan diri.” Surah Fushilat, 41 37 c – Sanggahan Terhadap Penyembah Malaikat Dan Nabi Isa Yang Dianggap Sebagai Anak Allah Allah Ta’ala berfirman مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ “Allah sekali-kali tidak memiliki anak, dan sekali-kali tiada tuhan yang lain bersama-Nya. Kalau ada tuhan bersama-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebahagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebahagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” Surah al-Mu’minuun, 23 91 بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dia-lah Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia memiliki anak sedangkan Dia tidak memiliki isteri. Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu.” Surah al-An’am, 6 101 قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ 1 اللَّهُ الصَّمَدُ 2 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ 3 وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ “Katakanlah Wahai Muhammad “Tuhanku ialah Allah yang Maha Esa, Allah yang menjadi tempat bergantung bagi sekalian makhluk, Dia tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada siapapun yang serupa dengan-Nya.”.” Surah al-Ikhlas, 112 1-4 Fitrah Alam Semesta Yang Tunduk dan Patuh Kepada Allah Sesungguhnya alam semesta ini keseluruhannya tunduk kepada Allah dan patuh kepada kauniyah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, sama ada dengan suka ataupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” Surah Ali Imran, 3 83 وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ “Mereka orang-orang kafir berkata “Allah memiliki anak.” Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.” Surah al-Baqarah, 2 116 وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ “Dan kepada Allah bersujud segala apa yang di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan juga para malaikat, sedang mereka malaikat tidak menyombongkan diri.” Surah an-Nahl, 16 49 أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ “Adakah kamu tiada mengetahui, bahawa kepada Allah-lah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung-ganang, tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang yang melata dan sebahagian besar dari manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan sesiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan apa yang Dia kehendaki.” Surah al-Hajj, 22 18 وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ “Hanya kepada Allah-lah sujud patuh segala apa yang di langit dan di bumi, sama ada dengan kemahuan sendiri ataupun terpaksa dan sujud pula bayang-bayang mereka di waktu pagi dan petang hari.” Surah ar-Ra’d, 13 15 Dengan ini telah jelaslah kepada kita bahawa seluruh alam semesta ini tunduk kepada Allah, patuh kepada kekuasaan-Nya, berjalan menurut kehendak dan perintah-Nya. Tiada satu pun makhluk yang mengingkari-Nya. Semua menjalankan tugas dan peranannya masing-masing serta menurut disiplin atau sistem yang sangat sempurna. Penciptanya Allah sama sekali tidak memiliki sifat kurang, lemah, dan cacat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا “Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tiada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” Surah al-Isra, 17 44 Juga telah jelas kepada kita bahawa, seluruh makhluk, sama ada yang berbicara mahupun yang tidak, yang hidup mahupun yang mati, semuanya tunduk kepada perintah kauniyah Allah. Kesemuanya menyucikan Allah dari segala kekurangan dan kelemahan, sama ada secara perbuatan mahupun ucapan. Golongan yang berakal pasti mampu memikirkan dan memerhatikan persoalan ini, dan mereka menjadi bertambah yakin bahawa semua itu diciptakan dengan haq dan untuk yang haq. Bahawasanya ia diatur dan tidak ada pengaturan yang keluar dari aturan Penciptanya. Kesemuanya meyakini kewujudan, kekuasaan dan pengaruh Sang Pencipta dengan naluri dan fitrahnya. Imam Ibnu Taimiyah berkata, “Mereka tunduk dengan menyerah, pasrah dan terpaksa dari pelbagai segi, di antaranya 1 – Meyakini bahawa mereka sangat memerlukan-Nya. 2 – Mereka Tunduk kepada qadha’, qadar, dan kehendak Allah yang ditulis atas mereka. 3 – Mereka memohon dan melahirkan rasa berharap kepada-Nya ketika dalam keadaan darurat atau tersepit. Seorang mukmin tunduk kepada perintah Allah dengan redha dan ikhlas. Begitulah juga ketika mendapat ujian, mereka sabar menerima-nya. Atas sebab itulah mereka tunduk dan patuh dengan penuh redha dan ikhlas.” Majmu’ al-Fatawa, 1/45 Sedangkan orang kafir, maka ia tunduk kepada perintah Allah yang bersifat kauni sunnatullah. Adapun maksud dari sujudnya alam dan benda-benda seperti tumbuhan, angin, udara, dan gunung-ganang adalah ketundukan mereka kepada Allah. Dan setiap sesuatu itu bersujud menurut kesuaiannya, iaitu suatu sujud yang bersesuaian dengan keadaannya serta mengandungi makna tunduk kepada al-Rabb. Dan bertasbihnya masing-masing benda adalah hakikat, bukan majaz perumpamaan, dan ianya bersesuaian dengan keadaannya masing-masing. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ “Maka adakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, sedangkan sepatutnya hanya kepada-Nya-lah tempat menyerah diri segala apa yang di langit dan di bumi, sama ada dengan suka mahupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” Surah Ali Imran, 3 83 Dengan mengatakan, “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan ketundukan setiap perkara itu secara sukarela dan terpaksa, kerana seluruh makhluk wajib beribadah kepada-Nya dengan penghambaan yang umum, tidak kira adakah ia mengakui-Nya atau mengingkari-Nya. Mereka semua tunduk dan diatur. Mereka patuh dan pasrah kepada-Nya secara rela mahupun terpaksa.” Majmu’ al-Fatawa, 9/200 Tiada satu pun dari makhluk ini yang keluar dari kehendak, takdir, dan qadha’-Nya. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah. Dia adalah Pencipta dan Penguasa alam. Semua adalah milik-Nya. Dia bebas melakukan apa sahaja terhadap ciptaan-Nya bersesuaian dengan kehendak-Nya. Semua dikendalikan-Nya. Dialah Yang Maha Suci, Maha Esa, Maha Perkasa, Maha Pencipta, Pembuat dan Pembentuk. MANHAJ AL-QUR’AN DALAM MENETAPKAN WUJUD DAN KE-ESAAN AL-KHALIQ Manhaj al-Qur’an dalam menetapkan wujud al-Khaliq serta ke-Esaan-Nya adalah satu-satunya manhaj yang sejalan dengan fitrah yang lurus dan akal yang sihat. Iaitu dengan mengemukakan bukti-bukti yang benar, yang menjadikan akal mahu menerima dan musuh pun menyerah. Di antara dalil-dalil tersebut adalah 1 – Telah menjadi kepastian, setiap yang baru tentu ada yang mengadakan. Ini adalah sesuatu yang dimaklumi setiap insan melalui fitrah, malahan sehingga kanak-kanak pun mampu merasai dan memiliki fitrah tersebut. Jika seseorang anak dipukul oleh seseorang ketika sedang lalai dan tidak melihatnya, ia pasti akan berkata atau mencari, “Siapakah yang telah memukulku?” Kalau dikatakan kepadanya, “Tidak ada sesiapa yang memukulmu”, maka akalnya pasti tidak akan dapat dan mahu menerima-nya, iaitu hatinya berasa tidak puas hati. Bagaimana mungkin ada pukulan tanpa ada yang melakukannya. Jika dikatakan kepadanya, “si Fulan yang memukulmu”, maka kemungkinan dia akan menangis atau mungkin akan membalas pukulan yang dilakukan ke atasnya tadi. Kerana itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ “Mengapa mereka tidak beriman? Adakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun yang menciptakan ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?” Surah at-Thur, 52 35 Ini adalah penyangkalan dan bantahan, yang disebutkan oleh Allah dengan shighat istifham inkari bentuk pertanyaan yang menyangkal, bagi tujuan menjelaskan bahawa hal tersebut adalah merupakan kebenaran yang nyata, yang tidak mungkin lagi diingkari. Mereka berfikir tanpa pencipta yang menciptakan mereka, ataukah mereka menciptakan diri mereka sendiri? Tentu tidak. Kedua hal itu sama-sama batil. Maka tidak ada kemungkinan lain kecuali mereka mempunyai pencipta yang menciptakan mereka iaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak ada lagi pencipta yag selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ “Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahanmu selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada dalam kesesatan yang nyata.” Surah Luqman, 31 11 قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَرُونِي مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمَاوَاتِ ائْتُونِي بِكِتَابٍ مِنْ قَبْلِ هَذَا أَوْ أَثَارَةٍ مِنْ عِلْمٍ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ “Katakanlah “Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah.” Perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka bekerjasama dengan Allah dalam penciptaan langit? Bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum al-Qur’an ini atau peninggalan dari pengetahuan orang-orang dahulu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.” Surah al-ahqaaf, 46 4 قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ قُلْ أَفَاتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَاتُ وَالنُّورُ أَمْ جَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ خَلَقُوا كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ “Katakanlah “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya “Allah.” Katakanlah “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan bagi diri mereka sendiri?” Katakanlah “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap-gelita dan terang benderang; adakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”.” Surah ar-Ra’d, 13 16 يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ “Wahai manusia, telah dijadikan suatu perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala apa yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah yang disembah.” Surah al-Hajj, 22 73 وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ “Dan berhala-berhala yang mereka seru ibadahi selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu sendiri dibuat orang.” Surah an-Nahl, 16 20 أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ “Maka apakah Allah yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” Surah an-Nahl, 16 17 Dengan jelas dan ayat-ayat cabaran pun turut diajukan melalui dalil yang berulang-ulang, namun tidak seorang pun yang mampu mengaku bahawa dia telah menciptakan sesuatu. Pengakuan atau dakwaan sahaja pun tidak ada, apalagi menetapkan dengan bukti. Dengan itu, ternyata bahawa amat benarlah hanya Allah Pencipta sekalian alam, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. 2 – Teraturnya semua urusan alam, juga kerapiannya adalah bukti paling kuat yang menunjukkan bahawa pengatur alam ini hanyalah Tuhan yang satu, yang tidak bersekutu atau pun berseteru. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ “Allah sekali-kali tidak memiliki anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain beserta-Nya, jika ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebahagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebahagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” Surah al-Mukminuun, 23 91 Tuhan yang hak, yang sebenar-benarnya wajib menjadi pencipta sejati. Jika ada tuhan yang lain di dalam kerajaannya, sudah pasti tuhan itu juga berupaya menciptakan sesuatu. Ketika itu, pasti ia tidak akan rela adanya tuhan lain bersamanya. Bahkan, seandainya ia mampu mengalahkan temannya dan menguasai sendiri kerajaan serta ketuhanan, tentu telah ia lakukan. Apabila ia tidak mampu mengalahkannya, pasti ia akan hanya mengurus kerajaan miliknya. Sebagaimana raja-raja di dunia mengurus kerajaannya sendiri-sendiri. Maka terjadilah perpecahan, sehingga perlunya terjadi salah satu daripada tiga perkara berikut A, Salah satunya mampu mengalahkan yang lain dan menguasai alam sendirian. B, Masing-masing berdiri sendiri dalam kerajaan dan penciptaan, sehingga terjadi pembahagian kekuasaan. C, Kedua-duanya berada dalam kekuasaan seorang raja yang bebas dan berhak berbuat apa saja terhadap keduanya. Dengan demikian maka dialah yang menjadi tuhan yang hak, sedangkan yang lain adalah hambanya. Dan secara realitinya, dalam alam ini tidak terjadi pembahagian kekuasaan dan ketidak selarasan. Hal ini menunjukkan pengaturnya adalah Satu dan tidak seorang pun menentang-Nya. Dan bahawa Rajanya adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. 3 – Tunduknya makhluk-makhluk untuk melaksanakan tugasnya sendiri-sendiri serta mematuhi peranan dan fungsi yang diberikan-Nya. Tidak ada satu pun makhluk yang membangkang dari melaksanakan tugas dan fungsinya di alam semesta ini. Inilah yang dijadikan hujjah oleh Nabi Musa alaihis salam. ketika ditanya Fir’aun قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى 49 قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى “Berkata Fir’aun “Maka siapakah Tuhan kamumu berdua, wahai Musa?” Musa berkata “Tuhan kami adalah Tuhan yang telah memberikan kepada setiap sesuatu bentuk kejadiannya yang sesuai dengan bentuk kejadiannya, kemudian Dialah yang memberinya petunjuk.”.” Surah Thoha, 20 49-50 Jawaban Musa sungguh tepat dan kukuh “Tuhan Kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada setiap sesuatu bentuk kejadiannya yang sesuai dengannya, kemudian Dia memberi petunjuk.” Maksudnya, Tuhan kami yang telah menciptakan semua makhluk dan memberi masing-masing makhluk suatu ciptaan yang tepat untuknya; mulai dari ukuran, besar atau kecilnya atau sederhana serta seluruh sifatnya yang ada padanya. Kemudian menunjukkan kepada setiap makhluk tersebut akan tugas dan fungsinya. Petunjuk ini adalah hidayah yang sempurna, yang dapat disaksikan oleh setiap makhluk. Jika kita perhatikan setiap makhluk, pasti kita akan dapati mereka melaksanakan apa yang menjadi tugasnya. Dengan hakikat dan ciri-ciri tersebut, maka pelbagai manfaat dapat dihasilkan dan berupaya mencegah perkara-perkara yang berbahaya. Sehingga haiwan ternak pun diberikan oleh-Nya sebahagian dari akal yang menjadikannya berupaya melakukan perkara yang bermanfaat baginya dan mengusir bahaya yang mengancamnya, dan juga mampu melakukan tugas-tugas tertentu dalam kehidupan. Ini adalah sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulakan penciptaan manusia dari tanah.” Surah as-Sajdah, 32 7 Jadi, dengan itu ia menunjukkan bahawa yang telah menciptakan semua makhluk dan memberinya sifat penciptaan yang baik, yang mana manusia tidak mampu mengadakannya, juga menunjukkan kepada kemaslahatannya masing-masing adalah Tuhan yang sebenarnya. Mengingkari-Nya adalah mengingkari kewujudan yang paling agung. Dan hal itu merupakan kedangkalan atau kebohongan yang sangat jelas. Allah memberi semua makhluk dengan segala keperluannya di dunia, kemudian menunjukkan tatacara perjalanan hidupnya. Dan tidak syak lagi jika Dia telah memberi dari setiap jenis makhluknya dengan bentuk dan rupa yang sesuai dengannya. Dia telah memberi setiap lelaki dan perempuan dengan bentuk yang sesuai dengan jenisnya, sama ada dalam pernikahan, perasaan, mahupun unsur sosial. Juga telah memberi setiap anggota tubuh bentuk yang sesuai untuk suatu manfaat yang telah ditentukan-Nya. Semua ini adalah bukti-bukti yang jelas bahawasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Tuhan bagi segala sesuatu, dan Dia berhak disembah, dan bukannya yang lain. “Pada setiap benda terdapat bukti bagi-Nya, yang menunjukkan Bahawa Dia adalah Esa.” Kemudian, tidak diragukan lagi, maksud penetapan rububiyyah Allah atas makhluk-Nya dan ke-Esaannya dalam rububiyah adalah untuk menunjukkan wajibnya menyembah Allah semata-mata, tanpa sekutu bagi-Nya, iaitu Tauhid Uluhiyyah. Seandainya seseorang mengakui Tauhid rububiyah tetapi tidak mengimani tauhid uluhiyah, atau tidak mahu melaksanakannya, maka ia tidak menjadi muslim dan bukan ahli tauhid, bahkan ia adalah kafir jahid yang menentang. Dan persoalan inilah yang akan dibahaskan dalam topik yang berikutnya, InsyaALLAH. TAUHID RUBUBIYAH MENGHARUSKAN ADANYA TAUHID ULUHIYAH Dari sini menunjukkan bahawa sesiapa yang mengakui tauhid rububiyah untuk Allah, dengan mengimani bahawa tidak ada pencipta, pemberi rezeki dan pengatur alam kecuali Allah, maka dia juga mesti mengakui bahawa tidak ada yang berhak menerima ibadah pengabdian dengan tatacaranya dan kaedahnya melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sahaja. Dan itu adalah merupakan asas kepada konsep tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah, iaitu tauhid ibadah, kerana ilah maknanya adalah ma’bud yang disembah. Maka tidak ada yang diseru dalam doa kecuali Allah, tidak ada tempat meminta pertolongan kecuali kepada Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung kecuali Dia, tidak boleh menyembelih korban atau bernadzar kecuali untuk-Nya atau kerana-Nya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah kecuali untuk-Nya dan kerana-Nya semata-mata. Dengan itu, tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya tauhid uluhiyah. Atas sebab itu juga kita dapat melihat Allah banyak melakukan bantahan terhadap orang yang mengingkari tauhid uluhiyah dengan tauhid rububiyah yang mereka akui dan yakini. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 21 الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ “Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; oleh itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” Surah al-Baqarah, 2 21-22 Allah memerintahkan mereka supaya melaksanakan tauhid uluhiyah, iaitu menyembah-Nya dan beribadah kepada-Nya. Dia menunjukkan dalil kepada mereka dengan tauhid rububiyah, iaitu penciptaan-Nya terhadap manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, penciptaan langit dan bumi serta seisinya, penurunan hujan, penumbuhan tumbuh-tumbuhan, pengeluaran buah-buahan yang menjadi rezeki bagi para hamba. Maka sangat tidak wajar bagi mereka jika menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya; dari benda-benda atau pun orang-orang yang mereka sendiri mengetahui bahawa ia tidak berupaya melakukan sebarang sesuatu pun dari hal-hal tersebut di atas dan lainnya. Maka jalan fitrah untuk menetapakan uluhiyah adalah berdasarkan tauhid rububiyah. Kerana manusia pertama kalinya sangat bergantung kepada asal kejadiannya, sumber kemanfaatan dan kemudharatannya. Setelah itu berpindah kepada cara-cara bertaqarrub kepada-Nya, cara-cara yang boleh kita mendapatkan redha-Nya dan menguatkan hubungan antara dirinya dengan Tuhannya. Maka tauhid rububiyah adalah laluan masuk kepada tauhid uluhiyah. Kerana itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berhujah atas orang-orang yang musyrik dengan cara ini. Dia juga memerintahkan Rasul-Nya untuk berhujah atas mereka seperti itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ 84 سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ 85 قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ 86 سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ 87 قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ 88 سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ “Katakanlah “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab “Kepunyaan Allah.” Katakanlah “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah “Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab “Kepunyaan Allah.” Katakanlah “Maka adakah kamu tidak bertaqwa?” Katakanlah “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari azab-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab “Kepunyaan Allah.” Katakanlah “Kalau begitu, maka dari jalan manakah kamu ditipu?”.” Surah al-Mukminuun, 23 84-89 ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ “Yang memiliki sifat-sifat yang demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” Surah al-An’am, 6 102 Dia berdalil dengan tauhid rububiyah-Nya atas hak-Nya untuk disembah. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi tujuan dalam penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdikan diri kepada-Ku.” Surah adz-Dzariyat, 51 56 Erti “يعبدون” adalah mentauhidkan-Ku dalam ibadah. Seseorang hamba tidaklah menjadi muwahhid ahli tauhid hanya dengan mengakui tauhid rububiyah semata-mata, tetapi ia harus mengakui tauhid uluhiyah serta mengamalkannya. Jika tidak demikian, maka orang musyrik pun sebenarnya turut mengakui tauhid rububiyah, tetapi keadaan tersebut tidaklah menjadikan mereka termasuk ke dalam Islam, malahan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerangi mereka. Padahal mereka mengakui bahawa Allah-lah Tuhan Pencipta, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka “Siapakah yang menciptakan mereka, nescaya mereka menjawab “Allah.” Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan dari menyembah Allah?” Surah az-Zukhruf, 43 87 قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ “Katakanlah “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang berkuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab “Allah.” Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya?” Surah Yunus, 10 31 Situasi dan penghujjahan seperti itu amat banyak dikemukakan di dalam al-Qur’an. Maka barangsiapa menganggap bahawa tauhid itu hanya meyakini wujud Allah, atau meyakini bahawa Allah adalah al-Khaliq yang mengatur alam, maka sesungguhnya orang tersebut belumlah mengetahui hakikat tauhid yang dibawa oleh para Rasul. Kerana sesungguhnya ia hanya mengakui sesuatu yang diharuskan, dan meninggalkan sesuatu yang mengharuskan; atau berhenti hanya setakat pada dalil tetapi ia meninggalkan isi dan tujuan dalil tersebut. Di antara kekhususan ilahiyah adalah kesempurnaan-Nya yang mutlak dalam segala segi, tidak ada cela atau kekurangan sedikit pun. Ia mengharuskan semua ibadah perlu dikhususkan kepada-Nya; pengagungan, penghormatan, kecintaan, rasa takut, doa, pengharapan, taubat, tawakkal, minta pertolongan, penghambaan dengan rasa cinta yang paling dalam, semua itu adalah wajib secara akal, syara’ dan fitrah agar ditujukan khusus kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. Juga secara akal, syara’ dan fitrah, tidak mungkin hal itu boleh ditujukan kepada selain-Nya. Teruskan dengan perbahasan berikutnya >> Tauhid Uluhiyyah.
- Λан жу
- Υ ղалес
Tauhid Rububiyah Foto dok PinterestTauhid rububiyah yang dapat kita pahami dalam agama islam yaitu untuk mengesakan Allah ini tentu dapat meningkatkan keimanan kita sebagai umat-Nya yang baik. Tauhid rububiyah ini dapat kita pahami bagaimana konsepnya dan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan mengetahuinya dalam artikel dengan penjelasan sederhana mengenai tauhid rububiyah berikut Islam Tauhid Rububiyah dan penjelasan Sederhana tentang PenerapannyaTauhid rububiyah merupakan mengesakan Allah dengan meyakini seluruh kejadian-kejadian yang hanya Allah bisa lakukan sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Dalam tauhid rububiyah seseorang menyatakan dengan tegas bahwa Allah adalah Tuhan, Raja, Pemilik, Pencipta atas seluruh makhluk yang ada. Dengan begitu pula seseorang meyakini bahwa hanya Allah Dzat yang mengatur dan yang bisa merubah rububiyah dapat diyakini melalui kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Contohnya seperti menciptakan makhluk, menghidupkan makhluk, mematikan makhluk, memberi serta membagi rizki kepada seluruh makhluk, mengubah takdir, atau mendatangkan manfaat dan pertolongan kepada makhluk bahkan menolak dan mendatangkan segala mudharat atau Allah dengan Membaca Alquran Foto dok tauhid rububiyah ini juga seseorang mengimani bahwa hanya Allah lah Dzat yang dapat mengawasi, mengatur, menguasai, menghukumi sesuatu dan masih banyak lagi hal yang menunjukkan keesaan Allah. Seorang hamba juga wajib meyakini bahwa tak ada lagi sesuatu yang berhak disembah dan dapat menandingi kuasa Allah dalam bentuk rububiyah dijelaskan dengan sangat lengkap dalam surat Al-Ikhlas ayat 1-4 yang berisi tentang bagaimana Allah berkuasa dan pengesaan Allah. Allah sangat jelas menyatakannya dalam surat Al Ikhlas,قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ qul huwallāhu aḥad اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ Allāhuṣ-ṣamad لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ lam yalid wa lam yụlad وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ wa lam yakul lahụ kufuwan aḥadArtinya “Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” QS. Al Ikhlash 1-4Dari surat tersebut dapat kita sama-sama ketahui bahwa Allah merupakan Dzat yang Esa karena tidak ada sesuatu pun yang dapat menyamakan Allah. Tauhid rububiyah dapat diamalkan dalam keseharian umat islam dengan tidak melakukan dosa syirik atau menyekutukan Allah dengan menyembah sesembahan selain Allah atau yang lainnya. DAPertanyaan"man rabbuka" bukanlah untuk menguji apakah seseorang meyakini tauhid rububiyyah ataukah tidak. Karena rububiyyah Allah Ta'ala itu sudah menjadi fitrah manusia, bahkan orang-orang kafir musyrik sekalipun. Jika pertanyaan tersebut untuk menguji keimanaan terhadap tauhid rububiyyah, tentu kaum musyrikin akan mampu menjawabnya.